Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perombakan skema penyaluran terjadi pada alokasi dana BOS reguler. Adapun, jenis dana BOS terbagi menjadi tiga yakni reguler, kinerja, dan afirmasi.
“Untuk siang hari ini kita fokus ke BOS reguler. BOS kinerja untuk sekolah berkinerja baik, ini tetap tidak diubah dan BOS afirmasi untuk dukung daerah tertinggal, transmigrasi, terluar tetap akan dilakukan dengan mekanisme yang selama ini berjalan. Jadi perubahan mekanisme hanya untuk BOS reguler,” kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2020).
Perubahan skema berlaku untuk seluruh sekolah di Indonesia, terutama kepada sekolah negeri dan beberapa swasta yang menerima. Perubahan yang terjadi adalah pada besaran unit cost, di mana untuk Sekolah Dasar (SD) menjadi Rp 900 ribu per anak dari yang sebelumnya Rp 800 ribu.
Lalu, untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi Rp 1,2 juta per anak dari yang sebelumnya Rp 1 juta. Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi Rp 1,5 juta per anak dari yang sebelumnya Rp 1,4 juta, dan untuk SMK tetap sama yaitu Rp 2 juta per anak.
Mengenai skema penyalurannya, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mengungkapkan perubahannya, yaitu hanya menjadi tiga tahap dari sebelumnya empat tahap. Pada skema baru ini besaran tahap I adalah 30%, tahap II 40%, dan tahap III sebesar 30%.
Adapun, pencairan tahap I paling cepat pada bulan Januari, tahap II paling cepat bulan April, dan tahap III bulan September.
“Dengan tiga kali berarti akan jauh lebih sederhana dan ini syarat-syarat pencairannya mengikuti Kemendikbud. Untuk BOS lainnya kinerja dan afirmasi, kita berikan sekaligus paling cepat April 100%,” jelas dia.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan ada beberapa perubahan skema yang akan diimplementasikan dalam penyaluran dan BOS tahun 2020, antara lain Kementerian Keuangan langsung mentransfer dana BOS ke rekening masing-masing sekolah.
“Sebelumnya Kementerian Keuangan transfer ke rekening kas umum daerah (RKUD), sekarang langsung ke rekening sekolah,” kata Nadiem.
Tidak hanya itu, perubahan lainnya adalah penetapan SK sekolah penerima dilakukan oleh Kemendikbud dengan verifikasi data oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sebelumnya, penetapan SK sekolah penerima dilakukan pemerintah daerah.
Lalu, batas akhir pengambilan data 1 x per tahun setiap tanggal 31 Agustus untuk mencegah keterlambatan APBD-Perubahan. Sebelumnya, batas akhir pengambilan data 2 x per tahun yaitu tanggal 31 Januari dan 31 Oktober.
Selanjutnya, dana BOS juga bisa digunakan untuk pembayaran guru honorer yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) maksimal 50%. Intinya bukan untuk membiayai guru honorer baru. Sebelumnya, pembayaran maksimal hanya 15% di sekolah negeri, dan 30% di sekolah swasta.
Skema yang terakhir, kata Nadiem adalah tidak ada alokasi maksimal maupun minimal pemakaian dana BOS untuk buku maupun pembelian alat multimedia. Sebelumnya, pembelian buku dibatasi sebesar 20%, dan pembelian alat multimedia ditentukan kualitas dan kuantitas.
“Ini sesuai program merdeka belajar dan jawaban pertama Kemendikbud, banyak masukan guru non PNS yang mengabdi luar biasa dan sebenarnya nggak dapat upah layak ini bukan solusi tapi langkah pertama sejahterkan guru honorer,” ungkap Nadiem. (detikcom)
Komentar