Sehabis FIR Kepulauan Riau- Natuna Diambilalih Indonesia, ICAO: Gimana dengan Singapore?

HastagNet – Pengambilalihan Flight Information Region (FIR) untuk ruang udara Kepulauan Riau-Natuna sangatlah kompleks dan perlu mempertimbangkan banyak faktor.

Jika FIR dianggap sebagai kedaulatan dan Indonesia menarik batasnya sesuai dengan batas wilayah negara, maka akan sulit bagi Singapura untuk mengontrol ruang udara.

Wilayah ruang udara Singapura yang kecil dan berhimpitan dengan Batam akan menjadi persoalan ketika FIR Kepulauan Riau-Natuna diambil alih oleh Indonesia.

Begitu yang disampaikan oleh Wakil Tetap Pengganti RI untuk International Civil Aviation Organization (ICAO), Indra Sanada Sipayung dalam webinar bertajuk “FIR di Atas Kepulauan Riau & Natuna” pada Kamis (10/9/2020).

Indra menjelaskan, selama ini ICAO hanya mengakui adanya FIR Singapura dengan sektor A dan B. Mengingat sektor C dalam perjanjian 1995 diveto oleh Malaysia.

Selain itu, terjadi beda pendelegasian, di mana untuk sektor A yang mencakup ruang udara Batam dan Natuna mencakup pemberian layanan Air Traffic Control (ATC). Sementara sektor B di atas Perairan Natuna hanya terkait area dan bukan ATC.

“Ini yang menjadi masalah bagi teman-teman perunding di Jakarta karena secara prinsip kita ingin melakukan realignment sesuai batas kedaulatan,” tambahnya.

Indra memaparkan, ketika Indonesia menarik FIR sesuai batas kedaulatan, maka sektor A akan menjadi persoalan. Di mana ATC Batam sangatlah dekat dengan FIR Singapura yang memiliki ruang udara sangat kecil.

“Ini sebenarnya merupakan isu teknis yang harus dijawab bersama. Apabila kita berniat melakukan realignment sesuai dengan batas wilayah. Bagaimana kita akan menjawab pertanyaan teknis yang nanti akan ditanyakan stakeholders di ICAO?” ujarnya.

“Bagaimana pemberian ATC di sektor A? Apakah ATC Changi dan ATC Batam masing-masing akan memberikan layanan? Atau ATC Batam akan mengambil alih semua layanan di Changi Airport?” sambungnya.

Pasalnya, ia mengatakan, pusat FIR Singapura sendiri sangat kecil. Sehingga hal tersebut akan menjadi persoalan, bukan hanya bagi ICAO, namun juga maskapai-maskapai penerbangan. (*)

Komentar