“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfaal [8]: 27)
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang urgensi amanah bagi seorang Muslim, karena hal itu sebagai bukti kejujuran keimanan seseorang. Pada kesempatan ini Anda bisa menyimak tentang pembagian amanah dan bahaya jika amanah ditinggalkan, alias khianat.
Tiga jenis amanah
Amanah terbagi menjadi tiga:
Pertama, amanah dalam menunaikan hak Allah swt, seperti mentauhidkan Allah dengan ibadah, melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Hal ini dilakukan semata-mata mengharap ridha Allah, baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, dan ini merupakan amanah kubra (agung/besar). Bentuk amanah inilah yang wajib ditunaikan pertama kali oleh setiap hamba Allah. Sebab, dari amanah ini muncul amanah-amanah yang lain.
Kedua, amanah terhadap nikmat dan anugerah Allah swt, seperti penglihatan, pendengaran, kesehatan, harta, kendaraan, anak, keluarga, jabatan, kekuasaan, dan lain-lain. Maka, wajib atas hamba Allah untuk mempergunakan semua nikmat untuk merealisasikan tujuan Allah menciptakannya di dunia, yaitu untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana firman-Nya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku,” (QS Adz-Dzaariyaat [51]: 56).
Ketika manusia menggunakan semua nikmat dan anugerah Allah swt untuk mendekatkan diri kepada-Nya—dalam makna yang luas—maka ketika itu sesungguhnya ia benar-benar telah memelihara amanah dan menunaikannya sebagaimana mestinya. Sebagai kompensasinya, Allah pun akan menjaganya dan memelihara nikmat-nikmat tersebut atasnya, bahkan akan melipatgandakannya.
“Jagalah Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapati Allah selalu di hadapanmu (membantumu/menolongmu),” (HR At-Tirmidzi no. 2706, ia berkata, ini adalah hadits hasan shahih).
Ketiga, amanah dalam menunaikan atau menyampaikan hak-hak manusia, seperti titipan barang, harta, rahasia, kehormatan, amanah anak, keluarga, dan lain-lain. Hal ini sebagaimana disinggung Allah swt dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS An-Nisaa’ [4]:85). Dan firman-Nya, “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya),” (QS Al-Baqarah [2]: 283).
Manusia dan Amanah
Berdasarkan ayat tersebut pula, maka manusia terhadap amanah dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Kelompok manusia yang menyia-nyiakan amanah, baik secara zahir maupun batin. Mereka adalah orang-orang musyrik.
Kelompok manusia yang menyia-nyiakan amanah secara batin dan memeliharanya secara zahir. Mereka adalah orang-orang munafik.
Kedua kelompok manusia tersebut berhak mendapat siksa dari Allah swt.
Kelompok manusia yang memelihara amanah dan menunaikannya secara zahir dan batin, maka mereka berhak memperoleh keselamatan dan keberuntungan.
Bahaya khianat
Sesungguhnya Islam menyeru umat manusia kepada kehidupan yang mulia dan bermartabat. Dan kehidupan seperti itu hanya akan tegak dengan amanah(beban-beban/tugas-tugas) dan tadhhiyah (pengorbanan). Untuk itu, Al-Qur’an melalui ayat di atas mewanti-wanti dan mewaspadai orang-orang beriman agar tidak khianat terhadap amanah, misalnya dengan mengabaikan dan menyia-nyiakan tugas-tugas keagamaan, seperti dakwah, amar makruf nahi mungkar, menegakkan kebenaran dan keadilan, i’laai kalimatillah (meninggikan kalimat Allah), jihad, dan lain-lain.
Maka, meninggalkan semua itu, termasuk membantu tersebar dan menjamurnya kemaksiatan dan keburukan adalah khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya. Sebab, khianat menurut sebagian ulama adalah ta’thiil faraaidh ad din (menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban agama), mengabaikan hukum-hukumnya dan mengambil sunnah-sunahnya, dan menyia-nyiakan hak-hak orang lain (lihat: At Tafsir Al Munir, Prof Dr Wahbah Az Zuhaili, IX/297).
Sifat dan karakter seorang Mukmin adalah amanah, karena itu ayat tersebut diawali dengan panggilan “Yaa ayyuhalladziina aamanuu” (Wahai orang-orang beriman). Sementara tidak amanah alias khianat membahayakan keimanan seseorang, karena khianat itu sifat dan karakter orang munafik, sebagaimana hadits berikut:
Diriwayat oleh Anas bin Malik ra, ia berkata, “Nabi saw tidak pernah meng-khutbah-i (menceramahi) kami kecuali beliau bersabda: Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji,”(HR Ahmad, no. 13543, 12718, 12903 dan 13903).
“Tanda orang munafik itu ada tiga; apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia tidak menepatinya dan apabila diamanahi (diberi amanah) ia khianat,” (Muttafaqun ‘Alaihi; HR Bukhari no. 33 dan Muslim no. 107). Dan dalam riwayat lain (ada tambahan), “Meskipun ia puasa, shalat dan mengaku bahwa dia Muslim,” (HR Muslim, no. 222).
Bahkan, ketika seseorang khianat terhadap amanah yang dipikulnya, seperti dengan korupsi, maka ancamannya adalah neraka.
Dari Umar bin Khaththab ra, ia bercerita, ketika perang Khaibar datanglah sekelompok orang dari sahabat Nabi saw sambil berteriak, “Fulan telah (mati) syahid, Fulan telah syahid, hingga mereka melewati seseorang lalu berkata, “Fulan telah syahid”. Nabi saw pun lalu menyela, seraya bersabda, “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya aku melihat orang itu ada di neraka disebabkan sebuah baju jubah yang dikorupsinya,” (HR Muslim, no. 323).
Hadits tersebut menjelaskan betapa bahayanya mengkhianati harta rakyat dengan mengorupsinya, sampai-sampai orang yang mati dalam jihad—yang seharusnya mati syahid dan masuk surga—ternyata masuk neraka gara-gara korupsi sebuah baju jubah.
Bayangkan, sebuah baju jubah hasil korupsi menyebabkan kita masuk neraka! Bagaimana bila yang dikorupsi nilainya miliaran bahkan triliunan rupiah? Tentu ini sebuah pengkhianatan yang luar biasa dan siksanya pun tentu sangat dahsyat. Maka, korupsi adalah kejahatan terorisme yang sangat besar dosanya karena membuat begitu banyak rakyat yang terzalimi hak-haknya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup.
[ummi-online.com]
Komentar