Ekonom: Pengelolaan APBN Yang Tak Pasti Dapat Menjadi Tempat Bersembunyi Setan-Iblis

HastagNet – Susunan Angaran Pendepatan dan Belanja Negara (APBN) di dalam menghadapi krisis ekonomi akibat pandemik virus corona baru (Covid-19) dipersoalkan ekonom Institut Harkat Negeri, Awali Rizky.

“Bahwa problem terbesar pengelolaa APBN kita dalam mencegah pandemik ini adalah ketidakpastian yang terlalu tinggi,” ujar Awali Rizky dalam diskusi virtual Smart FM, Sabtu (15/8/2020).

Pasalnya, dia berkaca kepada APBN yang disusun pemerintah untuk tahun 2020 bisa diubah hanya dengan waktu dua bulan. Konklusinya, perubahan APBN itu dikarenakan penggunaan anggaran yang tidak tepat.

Sebagai contoh, dia menjabarkan ketidak konsistenan rencana pemulihan ekonomi nasional pemerintah yang dilakukan melalui penghematan anggaran dengan cara refocusing. Akan tetapi dalam RAPBN 2021 anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) dinaikan kembali.

“Jadi pemerintah kemarin ketika ada pandemi, di perppres 52 kemudian dilanjutkan di perpres 72 ada upaya penghematan dan refocusing K/L. Tapi tiba-tiba di APBN 2021 naik lagi, naiknya terlalu besar,” katanya.

Belum lagi, lanjut Awali Rizky, jika melihat angka defisit anggaran yang di dalam APBN 2020 mengalami perubahan sebanyak dua kali, sebagaimana diatur di dalam Perpres 54/2020 naik menjadi 5,07 persen, dan kemudian direvisi lagi menjadi 6,34 persen terhadap PDB di dalam Perpres 72/2020.

“Ini menyulitkan pemerintah untuk menyusun garis besar pokok kebijakan fiskalnya. Jadi dalam satu dua bulan cepat berubah,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dia merasa khawatir bahwa diobrak-obriknya APBN dalam rangka pemulihan ekonomi ini dkmanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mengingat, alokasi terdapat kemungkinan susunan APBN bisa diubah sendiri pemerintah lewat UU 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Covid-19.

“Tapi juga ini juga punya peluang untuk setan-setan bersembunyi di bagian detail itu ya. Menurut saya. Tapi saya tidak bisa memastikan betul, karena ini agak rawan banget defisit satu dua bulan bisa berubah Rp 300 triliun. Ini masalah masalah besar,” demikian Awali Rizky menambahkan. (Rmol)