Casing bagus belum tentu menunjukkan dalamnya juga ikut bagus. Ibaratnya seperti kita memilih hape. Casingnya kita lihat bagus, menarik, kinclong. Namun jeroannya (bagian dalamnya) belum tentu demikian. Bagian dalam handphone tersebut belum tentu sebaik casingnya.
Terus, kita dapat menilai hape tersebut baik bagaimana?
Yah tentu, tanya-tanya dong orang yang sudah pernah menggunakan hape tersebut. Pasti dia bisa memberi komentar.
“Ooh, hape ini baterainya gak kuat, gak bisa bertahan lama.”
“Hape ini, loadingnya lambat.”
“Hape tersebut, RAM-nya kecil.”
“Hape ini kameranya kurang bagus hasilnya.”
Orang yang pernah menggunakan hape semacam itu akan mudah sekali dalam memberikan penilaian.
Casing Manusia
Casing manusia juga demikian adanya.
Kita memang hanya bisa tahu seseorang dari tampilan luarnya atau lahiriyahnya. Untuk dalamnya, niat hatinya, kita tak tahu. Hatinya suka bermaksiat, kita tidak bisa tahu. Kegemarannya yang suka bermaksiat kala sendiri pun, kita tak tahu.
Terus bagaimana kita menilainya? Hal ini sangat dibutuhkan oleh seseorang yang ingin mencari pasangan hidup, mencari suami atau istri.
Bisa saja diketahui dari orang-orang yang pernah bersama dengannya.
Mereka akan bisa beri penilaian. Namun sulit bagi kita bertanya pada orang yang memproduksi, karena pasti orang yang akan dinilai selalu dapat penilaian positif dan sisi negatif selalu ditutup-tutupi.
Karenanya tanyalah pada teman karibnya. Tanyalah pada teman kosnya. Tanyalah pada teman kampusnya. Tanyalah pada seorang alim yang dekat dengannya. Mereka-mereka tadi akan lebih tahu isi casing tersebut.
Karena kadang kita temui …
Ada orang yang terlihat alim dilihat dari penampilan, tak tahunya punya hubungan gelap dengan perempuan.
Ada orang yang terlihat berjubah, tak tahunya berpemahaman sesat.
Ada orang yang lantunan bacaan qurannya bagus, tak tahunya kelakuannya sering tonton video yang tidak genah.
Ada orang yang terlihat biasa-biasa, eehh … malah dialah yang lebih mulia di sisi Allah.
Allah Nilai Hati
Yang jelas Allah menilai hati kita, bukan casing kita. Kita tak perlu pamerkan casing kita yang bagus, berusahalah terus memperbaiki hati kita.
Dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ ». وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ
“Sesungguhnya Allah tidaklah melihat pada tubuh kalian. Akan tetapi, Allah melihat pada hati kalian.” Beliau berisyarat menunjuk dadanya dengan jari-jemarinya. (HR. Muslim, no. 2564)
Cara Menilai Orang
Kala menilai orang …
Kita hukumi orang sebatas lahiriyah, tak bisa kita hukumi batinnya. Namun kadang kita bisa tahu jeleknya seseorang dari komentar orang yang pernah dekat dengannya atau ada bukti aktual yang membongkar kejelekannya sendiri.
Tak Perlu Berlebihan Menilai
Dari sini kita bisa ambil pelajaran, jangan berlebihan dalam menilai dan memuji casing yang bagus karena dalamnya kita tak tahu.
Al-Qurthubi memaparkan dalam Al-Mufhim limaa Asykala min Talkhish Kitab Muslim (6: 539), “Kalau hati itu yang memperbagus amalan lahiriyah dan amalan hati adalah suatu yang ghaib bagi kita, maka janganlah menebak-nebak hal batin seseorang dengan mudah karena cuma sekedar melihat dari casing luar dari ketaatan atau kesalahan yang dilakukan.
Siapa saja yang menjaga amalan baik secara lahiriyah, Allah-lah yang mengetahui bagaimana sifat jelek atau tercela yang ada dalam hatinya. Sebaliknya, siapa pun yang melihat seseorang berbuat jelek dan itu nampak, maka barangkali ada sifat baik dalam hatinya yang menyebabkan kesalahannya diampuni.
Karenanya amalan lahiriyah hanya jadi sangkaan kuat, namun tak menunjukkan secara tegas isi hati seseorang baik ataukah tidak.
Sehingga kita tidak boleh berlebihan dalam mengagungkan orang yang kita lihat secara lahiriyah nampak gemar beramal shalih. Begitu pula jangan sampai menganggap hina orang muslim yang secara lahiriyah dilihat jelek. Kita tetap mencela perbuatan jelek yang dilakukan, namun bukan mencela individunya untuk selamanya.
Perhatikanlah masalah ini perbedaannya sangatlah tipis.”
Ingat hati manusia itu bisa berbolak-balik. Bisa jadi saat ini ia sesat dan gemar maksiat, namun keesokan hari, ia berubah menjadi shalih. Bisa jadi pula malah sebaliknya. Hati manusia –ingatlah- di antara jari-jemari Ar-Rahman.
Hati Manusia di antara Jari-Jemari Ar-Rahman
Dari ‘Amr bin Al-‘Ash, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ قُلُوبَ بَنِى آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ». ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ »
“Sesungguhnya seluruh manusia hatinya di antara jari-jemari Ar-Rahman, seperti satu hati. Sekehendak-Nya hati itu dibolak-balikkan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengucapkan do’a, “Allahumma musharrifal qulub sharrif quluubanaa ‘ala tho’atik (artinya: Ya Allah, Yang Maha Membolak-Balikkan hati, tetapkanlah hati kami terus dalam ketaatan pada-Mu).” (HR. Muslim, no. 2654]
—
Disusun ba’da Magrib setelah hujan mengguyur Darush Sholihin Panggang, 8 Rabi’uts Tsani 1437 H
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam
Komentar