“Itu hoax. Dulu saya pernah kritik buku ‘Harta Amanah Soekarno’ yang mengemukakan hal itu,” kata sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, kepada wartawan, Kamis (30/1/2020).
Buku ‘Harta Amanah Soekarno’ yang disebut Asvi sebagai karya Safari ANS, terbit pada 2014. Asvi mengamati, cerita tentang The Green Hilton Memorial Agreement sudah beredar di internet sejak 2009. Namun situs bibliotecapleyades sudah memuat isu ini sejak 28 November 2008.
Kembali ke ‘Harta Amanah Soekarno’ karya Safari ANS, buku itu memuat cerita tentang perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement. Disebut-sebut, perjanjian itu digelar pada 14 November 1963 di Jenewa, Swiss. Perjanjian itu diteken Bung Karno dan Kennedy, serta seorang saksi dari Swiss bernama William Vouker.
Safari ANS menyebutkan, dalam perjanjian itu, AS setuju mengakui bahwa kekayaan negara dalam bentuk emas yang jumlahnya 57 ribu ton emas berasal dari Indonesia. Dana dalam bentuk emas itu diklaim Bung Karno kepada Amerika sebagai harta rampasan perang.
Sebagaimana diberitakan detikcom pada 2014, Safari selaku penulis buku mengaku memiliki salinan dokumen-dokumen sebagai bukti tulisannya. Dia juga yakin harta Sukarno di Bank UBS Swiss bisa dicairkan. Dia juga percaya pejabat Indonesia diam-diam mencoba mencairkan harta itu.
“Banyak dokumen-dokumen di seluruh dunia ini bisa dicairkan. Meski pemerintah Indonesia tidak mengakui secara resmi, namun secara ‘diam-diam’ pejabat Indonesia, seperti menteri yang masih aktif hingga mantan presiden, datang ke UBS/Bank Swiss untuk mencairkan dana tersebut,” ungkap Safari dalam bedah buku di Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, 7 Mei 2014.
Selaku sejarawan profesional, Asvi Marwan Adam ragu akan dokumen yang dijadikan rujukan Safari itu. Menurutnya, perlu dilakukan pengujian oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Pertama, Asvi menyoroti cap stempel yang dipakai Presiden Indonesia. Seharusnya, cap itu bergambar padi, kapas, dan bintang. Namun dalam dokumen The Green Hilton Memorial Agreement, cap stempel Presiden Indonesia malah bergambar Garuda Pancasila.
Kedua, pihak AS sama sekali tidak pernah menyinggung soal perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement ini. Saat detikcom menelusuri via situs pencarian Google, memang kebanyakan yang membahas The Green Hilton Memorial Agreement adalah orang Indonesia, baik lewat media blog, forum, maupun buku. Memang, Bung Karno dan Kennedy pernah bertemu, tapi bukan membahas perjanjian itu.
“Bung Karno dan Kennedy pernah bertemu, yang dibicarakan soal dukungan AS untuk pengembalian Irian Barat dengan imbal balas pembebasan Allen Pope (pilot) yang ditangkap TNI AU dalam kasus PRRI Permesta,” tutur Asvi. Pertemuan antara Bung Karno dan Kennedy di AS juga tidak terjadi pada 14 November 1963, melainkan pada 24 April 1961.
Komentar